4 "Rahasia" Penyakit Tifus

Ditulis oleh : alhudasindangreret on Senin, 07 Maret 2011

Kompas.com. Kita atau bahkan salah satu dari keluarga kita pernah mengalami sakit tifus. Banyak mitos di sekitar kita yang belum tentu terbukti kebenarannya setelah para ahli menyelidikinya. Salah satunya, Penderita penyakit tifus ternyata tidak harus makan bubur. Soal bubur baru merupakan salah satu rahasia dari penyakit tifus. Mengapa bubur tak harus jadi menu utama? Dan apa "rahasia" lainnya, simak penuturan ini:

1. BUBUR TAK HARUS JADI MENU WAJIB PENDERITA TIFUS

Penyakit tifus identik dengan menu ketat berbahan utama bubur. Bahkan bubur itu harus disaring sehalus mungkin. "Biar ususnya tidak tambah sakit," begitu kata orang. Tidak cuma itu. Berbagai pantangan pun harus dijalani. Tidak boleh makan ini dan itu. Walhasil, penderita hanya makan bubur dengan lauk pauk seadanya. Dengan menu seperti itu, anak yang menderita tifus boleh jadi tidak nafsu makan, bahkan menolak makan. Siapa sih yang mau melahap bubur hambar miskin lauk? Selain itu, kandungan kalori sepiring bubur lebih sedikit ketimbang nasi. Jika sepiring bubur mengandung 80-100 kalori, maka sepiring nasi dapat empat kalinya. Walhasil, bubur tak hanya membuat nafsu makan anak hilang, tapi juga membuat tubuhnya lemas. Jika asupan gizi kurang maka dapat dipastikan waktu penyembuhan semakin lama.

Dulu, penderita penyakit tifus wajib makan bubur dengan alasan khawatir terjadi gangguan pada pencernaan atau perdarahan pada usus. Pendapat ini tampaknya perlu diluruskan. Sebab, gangguan pencernaan akibat bakteri Salmonella typhi ada di usus halus. Perlu diketahui, makanan yang sudah masuk usus halus semuanya berbentuk cair. Ini karena sebelumnya makanan itu dikunyah di mulut, lalu diproses di lambung, lalu ke usus halus. Meski asalnya makanan itu padat, tapi kalau sudah masuk usus halus semuanya akan berbentuk cair.

Jadi, sebenarnya tidak ada pantangan buat penderita penyakit tifus makan nasi lembek. Perkecualian jika penderita tidak sadar, maka penderita disarankan mengonsumsi menu makanan cair.

Pantangan buat penderita tifus adalah makanan berserat tinggi seperti sayur-sayuran atau buah. Tapi jika diberikan sedikit tidak mengapa. Juga makanan yang berisiko menimbulkan kontraksi pada pencernaan seperti makanan pedas atau asam. Penderita dianjurkan mengonsumsi makanan berprotein tinggi seperti daging, telur, susu, tahu, tempe, dan lain-lain. Dengan demikian, nafsu makan anak membaik, waktu penyembuhan pun semakin cepat.

2. HARUS ISTIRAHAT

Agar lekas pulih, penderita tifus memang harus banyak beristirahat di tempat tidur. Untuk keperluan buang air, misalnya, sedapat mungkin penderita tidak beranjak dari tempat tidur. Banyak pergerakan dapat menyebabkan suhu naik. Bahkan jika terlalu heboh, aktif bergerak dapat menimbulkan risiko usus pecah.

3. TIFUS ADALAH PENYAKIT BUKAN GEJALA

Banyak bakteri yang menegakkan diagnosis penyakit “gejala tifus”. Ini jelas sebuah diagnosis rancu, karena dalam dunia kedokteran tidak mengenal istilah ini. Diagnosis harus tegas, apakah penderita terjangkit penyakit tifus atau tidak. Kalau mau, dokter mengatakan diagnosis dugaan tifus. Kenali gejala tifus dengan baik, jika demamnya sampai 5-6 hari hilang timbul maka kemungkinan penderita terjangkit tifus. Tapi jika tidak demam, atau demamnya turun setelah tiga hari, ada kemungkinan penderita tidak terjangkit tifus. Ada banyak penyakit infeksi lain yang disertai demam. Apalagi pada hari-hari pertama demam, sulit untuk dapat memastikannya sebagai demam tifoid. Gejala demam juga terdapat pada penyakit lain seperti demam dengue, morbili, dan sebagainya.

4. TIFUS DIBAWA OLEH CARRIER

Banyak orang yang tidak terlihat sakit tapi berpotensi menyebarkan penyakit tifus. Inilah yang disebut dengan pembawa penyakit tifus. Meski sudah dinyatakan sembuh, bukan tidak mungkin mantan penderita masih menyimpan bakteri tifus dalam tubuhnya. Bakteri bisa bertahan berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Ini karena sebagian bakteri penyebab tifus ada yang bersembunyi di kantong empedu. Bisa saja bakteri ini keluar dan bercampur dengan tinja. Nah, bakteri ini dapat menyebar lewat air seni atau tinja penderita. (berbagai sumber)

Sumber : Nakita
Alhuda
RPP biologi
Keseimbangan lingkungan           

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar