Tantangan jaman yang semakin maju, tekanan hidup yang semakin ketat, sarana pemenuhan kebutuhan hidup yang semakin seret, banyak manusia terutama kaum muslimin yang lupa daratan, menghalalkan segala cara, banyaknya kolusi dan korupsi di berbagai lini kehidupan, jauh dari petunjuk (Al-Huda) Yang Maha Kuasa. Alhuda yang mempunyai arti sebagai petunjuk (QS 2:2) kerap diabaikan yang penting keuntungan didapat gak peduli halal haram. Sebagai petunjuk (Al-Huda) merupakan fungsi utama dari diturunkannya al-Qur'an (QS 2:185) diperuntukan supaya manusia terutama kaum muslimin dalam kehidupannya selalu ada pada jalur yang di ridhoi NYA.
Di antara kita sering mendengar anggapan bahwa orang yang rezekinya banyak adalah orang yang disayang Allah. Namun, kebalikanya, ketika hidup "lagi mumet", serba kurang, muncul anggapan, "Allah sedang marah pada saya." Celakanya lagi, bisa jadi, hal itu juga ada dalam diri kita. Ketika kita sedang banyak job, duit mengalir teus kita berpikiran, "Allah sedang memihak saya." Kebalikannya, ketika sedang dilanda kesempitan, kemiskinan terlintas dalam benak kita, "Kayaknya, Allah sedang membenci saya."
Yang jadi pertanyaan selanjutnya bagi sebagian kaum muslimin yaitu Kenapa Allah memberi banyak rezeki kepada orang kafir?, Mengapa justru orang Islam, yang beriman kepada Allah, banyak yang sengsara, melarat, hidupnya miskin, sudah shalat tanpa hentinya tiap waktu, tetapi saja rezekinya tekor, seret, utangnya banyak di mana mana.... dan banyak lagi komentar miring lainnya.
Memang manusia mempunyai kecenderungan mencintai harta dan dunia, menurut pikirannya harta seolah olah segalanya. Menurut pikirannya, dengan harta manusia yang lainya dapat dibeli, dukungan dapat diraih. Alangkah rendahnya nilai manusia apabila telah diperbudak oleh harta, harta yang menjadi barometer standar hidupnya seolah-olah menjadi nilai kemuliaan manusia. Yang jelas standar nilai ketaqwaan manusia adalah paling tinggi di mata Allah SWT.
Setelah kita menelusuri keteranganNya (Al-Quran) anggapan semacam tadi telah dibantah oleh Allah. Tidak perlu manusia yang menilai, apakah anggapan ini salah atau benar. Cukuplah keterangan Allah membantah pendapat manusia, berarti pendapat manusia itu bukan pendapat yang benar.
Bantahan tersebut di nyatakan dalam firman-Nya,
فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ (*) وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ (*) كَلَّا بَلْ
“Adapun manusia, apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan dan diberi kesenangan oleh-Nya maka dia akan berkata, 'Tuhanku telah memuliakanku.' Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata, 'Tuhanku menghinakanku.' Sekali-kali, tidak (demikian)! ....” (Q.S. Al-Fajr:15--17)
Keterangan ringkas ayat ini saya ambil dari paparan Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Ad-Da' wa Ad-Dawa', “'Sekali-kali, tidak (demikian)! ....' maksudnya: Tidaklah setiap orang yang Allah beri nikmat dan Dia luaskan rezekinya, berarti telah dimuliakan oleh Allah. Sebaliknya, orang yang diuji oleh Allah dan Allah sempitkan rezekinya, bukanlah berarti dia telah dihinakan oleh Allah. Namun, yang benar, Allah menguji seseorang dengan kenikmatan dan Allah memuliakan orang yang lain dengan ujian (kesialan)." (Ad-Da' wa Ad-Dawa', Ibnul Qayyim, Dar Al-Kutub Ilmiyyah, Beirut, hlm. 21)
Di samping itu, terdapat riwayat dalam hadis yang semakna dengan ayat di atas. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya, Allah memberi (nikmat) dunia kepada orang yang Dia cintai dan yang tidak Dia cintai. Namun, Dia tidak memberi iman, kecuali kepada orang yang Dia cintai.” (H.R. Hakim; dinilai sahih oleh Al-Albani)
Sumber www.pengusahamuslim.com
Oleh:
Dadang Hermawan
Di antara kita sering mendengar anggapan bahwa orang yang rezekinya banyak adalah orang yang disayang Allah. Namun, kebalikanya, ketika hidup "lagi mumet", serba kurang, muncul anggapan, "Allah sedang marah pada saya." Celakanya lagi, bisa jadi, hal itu juga ada dalam diri kita. Ketika kita sedang banyak job, duit mengalir teus kita berpikiran, "Allah sedang memihak saya." Kebalikannya, ketika sedang dilanda kesempitan, kemiskinan terlintas dalam benak kita, "Kayaknya, Allah sedang membenci saya."
Yang jadi pertanyaan selanjutnya bagi sebagian kaum muslimin yaitu Kenapa Allah memberi banyak rezeki kepada orang kafir?, Mengapa justru orang Islam, yang beriman kepada Allah, banyak yang sengsara, melarat, hidupnya miskin, sudah shalat tanpa hentinya tiap waktu, tetapi saja rezekinya tekor, seret, utangnya banyak di mana mana.... dan banyak lagi komentar miring lainnya.
Memang manusia mempunyai kecenderungan mencintai harta dan dunia, menurut pikirannya harta seolah olah segalanya. Menurut pikirannya, dengan harta manusia yang lainya dapat dibeli, dukungan dapat diraih. Alangkah rendahnya nilai manusia apabila telah diperbudak oleh harta, harta yang menjadi barometer standar hidupnya seolah-olah menjadi nilai kemuliaan manusia. Yang jelas standar nilai ketaqwaan manusia adalah paling tinggi di mata Allah SWT.
Setelah kita menelusuri keteranganNya (Al-Quran) anggapan semacam tadi telah dibantah oleh Allah. Tidak perlu manusia yang menilai, apakah anggapan ini salah atau benar. Cukuplah keterangan Allah membantah pendapat manusia, berarti pendapat manusia itu bukan pendapat yang benar.
Bantahan tersebut di nyatakan dalam firman-Nya,
فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ (*) وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ (*) كَلَّا بَلْ
“Adapun manusia, apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan dan diberi kesenangan oleh-Nya maka dia akan berkata, 'Tuhanku telah memuliakanku.' Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata, 'Tuhanku menghinakanku.' Sekali-kali, tidak (demikian)! ....” (Q.S. Al-Fajr:15--17)
Keterangan ringkas ayat ini saya ambil dari paparan Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Ad-Da' wa Ad-Dawa', “'Sekali-kali, tidak (demikian)! ....' maksudnya: Tidaklah setiap orang yang Allah beri nikmat dan Dia luaskan rezekinya, berarti telah dimuliakan oleh Allah. Sebaliknya, orang yang diuji oleh Allah dan Allah sempitkan rezekinya, bukanlah berarti dia telah dihinakan oleh Allah. Namun, yang benar, Allah menguji seseorang dengan kenikmatan dan Allah memuliakan orang yang lain dengan ujian (kesialan)." (Ad-Da' wa Ad-Dawa', Ibnul Qayyim, Dar Al-Kutub Ilmiyyah, Beirut, hlm. 21)
Di samping itu, terdapat riwayat dalam hadis yang semakna dengan ayat di atas. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya, Allah memberi (nikmat) dunia kepada orang yang Dia cintai dan yang tidak Dia cintai. Namun, Dia tidak memberi iman, kecuali kepada orang yang Dia cintai.” (H.R. Hakim; dinilai sahih oleh Al-Albani)
Sumber www.pengusahamuslim.com
Oleh:
Dadang Hermawan
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar