Perang uhud adalah sebuah alegori. Semangat yang berkobar untuk masuk surga. Sekaligus nafsu suka-cita demi kejayaan dunia. Sebuah panggung teater besar yang melahirkan kepahlawanan sekaligus penghianatan. Sebuah tragedy yang menimbulkan kesedihan mendalam di hati umat islam. Sebuah pentas sejarah yang membawa hikmah bahwa perang terbesar dikatakan kecil, perang sesungguhnya adalah perang melawan hawa nafsunya sendiri, logikanya perang melawan hawa nafsu harus melebihi perang dahsat Uhud .
Di jabal uhud, di medan perang yang hampir dimenangkan kaum muslimin, para pemanah mendadak melupakan amanah Nabi Muhamad SAW yang melarang mereka meninggalkan bukit dengan alasan apapun. Menduga perang telah berakhir dengan kemenangan di pihak muslimin, dan mendapatkan harta rampasan perang yang banyak, mereka telah lalai. Musuh pun melakukan serangan balik dan menelan korban yang sangat banyak di kalangan muslimin, Nabi pun terluka parah.
Di tengah kekalahan itu kita menyaksikan Abdullah bin Jahsy yang bersumpah untuk bertempur sampai mati dengan hidung dan telinga terpotong, demi mendapatkan surga, dan Alah SWT mengabulkan doanya.
Di Uhud juga, kita menyaksikan Ali ra yang tidak takut mati, maju seorang diri menghadapi ratusan pasukan quraisy, membebaskan Rasulullah dari kepungan musuh, Nabi pun menghargai keberania Ali dan berkata: “Sesungguhnya Ali adalah Bagianku, dan aku bagian dari Ali.” Dan malaikat Jibril pun ikut bagian: “Aku pun dari kalian berdua,”katanya.
Kita juga menyaksikan Amru bin Jumuh, seorang uzur berkaki pincang, yang mendapatkan dambaannya yaitu: mati syahid bersama anak-anaknya. Kita juga menyaksikan Mus’ab bin Umair, seorang bangsawan kaya yang karena masu isla rela menjadi fakir dengan baju lusuh penuh tambalan hingga nabi pun meneteskan air matanya melihatnya. Tapi di medan perang Mus’ab berjuang habis-habisan mempertahankan bendera kaum muslimin agar tidak terjatuh, tangan kanan putus, ganti tangan kirinya untuk mengibarkan panji islam. Kedua tangannya putus, ia mendekap bendera dengan dadanya, dadanya dipanah musuh bendera itu dislamatkan kawannya.
Hakikat perang di Jabal uhud adalah medan perang bagi seluruh umat manusia sebagai contoh bagi kaum muslimin dimana saja hingga akhir zaman bagi mereka yang mendambakan surga dan bagi kaum muslimin supaya jangan tertipu dengan kemilau ghanimah, kemilau harta yang memabukan.
Perang Uhud telah berakhir tapi kita kembali kepada perang yang lebih dahsat yaitu kembalinya kita ke bukit uhud dalam dada masing-masing. Kita masih diberi kesempatan untuk memilih : Jalan para Syuhada atau jalan para pemanah yang mengabaikan amanah. Menjadi syahid yang beroleh surga atau pemburu harta keindahan sesaat.
“jika kamu(pd perang uhud) mendapat luka maka sesungghnya kaum kafir pun (pd perang badar) mendapat luka yg serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu kami pergilirkan diantara manusia dan supaya Allah membedakan orang-orang beriman (dengan orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikannya sebagai syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang yang zlim, dan agar A llah membersihkan orang- orang beriman dan membinasakan orang-orang kafir….kamu berkata: ‘dari mana datangnya (kekalahan) ini ?, katakanlah : ‘itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.’. (Ali Imraa, 140,141,165)
dari berbagai sumber
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar